Wednesday, December 15, 2010

TESTIMONI ALUMNI DGTKI


Nur Syamsiyah Fithroni
(Angkatan ke 3)


DGTKI Nurul Falah adalah langkah pertama dalam mencapai cita


“Saya tidak akan bisa jadi apa-apa setelah lulus SMA bila tidak melanjutkan kuliah. “ itulah yang selalu terfikir, menjadi mimpi buruk saat tidur, dan kegelisahan saat saya terjaga.
Berpangku tangan adalah sesuatu yang pantang saya lakukan.
Harus meminta uang bulanan terus menerus kepada orang tua adalah sesuatu yang sangat memalukan bagi saya, apalagi keadaan perekonomian keluarga saya sedang kacau.
Lalu apa yang harus saya perbuat?
Semua harapan masa depan hanya kugantungkan kepada Allah. Tempat curhat satu-satunya hanya Allah. Saat mengis pun hanya Allah yang tahu.
Keinginan menggapai ilmu labih tinggi terus mendebarkan jantung.
Menjadi seseorang yang berguna terus menjadi angan-angan yang sepertinya tak nyata.
Lalu bagaimana cara untuk mewujudkannya?
Tak mungkin saya merengek pada ibu. itu akan membuat beliau semakin sedih karena melihat kakak-kakak saya yang bisa melanjutkan kuliah sedangkan saya tidak.
Alhamdulillah saya memiliki keluarga yang saling peduli satu sama lain. Kakak-kakak saya ikut memikirkan bagaimana caranya saya bisa melanjutkan sekolah walaupun tidak di bangku kuliah. Beberapa tempat kursus menjadi pilihan, namun mungkin itu semua bukan yang terbaik buat saya sehingga Allah belum mengijinkan saya menimbah ilmu di sana. Sangat sedih memang rasanya saat satu persatu kegagalan menghampiri, hampir semua penyebabnya adalah faktor ekonomi. Tapi, Alhamdulillah kekuatan iman mengantarkan saya pada kepasrahan, segala keputusan yang terbaik adalah milik Allah. Sampai hampir dua tahun lamanya saya menunggu dan mencari tempat di mana saya bisa menimbah ilmu untuk mewujudkan cita-cita. Selama itu pula saya bekerja menjaga toko milik kakak supaya saya bisa sedikit mandiri dan sedikit menabung untuk sekolah saya nanti.
Saat berkunjung di rumah nenek di Surabaya, kakak saya membaca majalah YDSF. Di dalamnya ada informasi tentang DGTKI (Diklat Guru Taman Kanak-kanak Islam)Nurul Falah. Belaiu sangat antusias untuk mendaftarkan saya mengikuti diklat di sana. Saat itu saya sedang mengikuti kursus Bahasa Inggris selama enam bulan di Kediri. Alhamdulillah, kakak saya mengurus semua pendaftarannya. Sampai waktu test tiba, baru saya datang ke Surabaya untuk melengkapi administrasi test dan mengikuti test seleksi. Ada sedikit kekhawatiran ketika teman-teman berkata kalau yang diprioritaskan untuk diterima adalah yang pendidikan terakhirnya Diplomah dan S1. Kekhawatiran itu saya tepis dengan doa, kalau memang di DGTKI adalah tempat yang terbaik buat saya pasti Allah akan memberi jalan.
Setelah mengikuti test, saya kembali ke Kediri untuk mengikuti ujian akhir. Beberapa hari setelah itu adalah acara “Farewell Party” atau acara perpisahan dan kelulusan , bertepatan dengan pengumuman penerimaan mahasiswa baru di DGTKI Nurul Falah. Ketegangan terlihat di wajah saya saat menghadiri acara Farewell Party, bukan karena khawatir nilai hasil study saya jelek melainkan memikirkan apakah saya akan diterima atau tidak di DGTKI Nurul Falah. “ Ya Allah apakah esok hamba akan menangis lagi. Namun hamba harap esok hamba akan tersenyum. Awal senyuman yang akan diikuti oleh senyum di langkah-langkah hambah berikutnya, saat hamba berhasil menggapai cita.” Doa itulah yang terus bergemuruh di hati.
Larut malam saya baru pulang dari acara. Tidak ada teman kos yang memberikan kabar dari rumah tentang kelulusan test DGTKI Nurul Falah yang sudah saya tunggu –tunggu hari itu. Sampai esok dini harinya, kupanjangkan sujudku, memohon kepada Allah supaya saya dapat menerima segala keputusan terbaikNya. Salah seorang mengetuk pintu kamar, memberikan kabar bahwa tadi malam ibu saya menelpon saat saya masih mengikuti acara Farewell Party, teman saya meminta maaf karena tidak bisa menyampaikan kabar gembira ini kepada saya tadi malam, dan baru bisa menyampaikan setelah ia selesai sholat shubuh. Saya bersyukur ternyata saya lolos dalam seleksi itu. Inilah awal saya melangkah, melangkah untuk menggapai cita-cita.
Bergabung dalam keluarga besar DGTKI memang benar-benar skenario Allah yang terbaik untuk saya. Dengan dibantu subsidi YDSF, biaya perkuliahan terhitung sangat murah dibandingkan dengan banyaknya ilmu yang saya terima. Walaupun terhitung murah biayanya, karena perekonomian keluarga saya sedang sulit, tetap saja biaya menjadi masalah. Maka kakak saya memberikan bantuan membayar setengah dari biaya masuk, sedangkan setengahnya lagi saya pinjam kepada saudara sepupu, ibu dari anak yang setiap malam belajar dengan saya saat saya masih menganggur. Dan untuk biaya selanjutnya selama satu tahun saya harus mandiri. Alhamdulillah, Allah memberikan kemudahan bagi saya untuk menjemput rezekiNya, ada keluarga di Surabaya yang minta bantuan les privat untuk anaknya. Dari hasil tersebut, saya bisa mencukupi kebutuhan saya selama satu tahun di Surabaya dan juga mengganti uang pinjaman untuk biaya masuk saya. Kalau saja YDSF tidak mensubsidi 60% dari biaya sebenarnya, mungkin saya akan kembali gagal untuk menggapai cita. “setelah kesulitan pasti ada kemudahan.” Karena segala jalan keluar dan kemudahan adalah milik Allah untuk hambanya yang bersabar.
Selama belajar di DGTKI Nurul Falah, saya mendapatkan banyak pengalaman belajar yang sangat berharga bagi kehidupan saya pribadi dan juga bagi keluarga serta teman dekat saya. Ilmu dari DGTKI tidak saya nikmati sendiri, sebisa mungkin saya bagi dengan orang-orang yang saya sayangi, hasilnya banyak saudara yang memiliki putra berusia balita sampai usia sekolah dasar yang sharing permasalahan mereka dalam mendidik anak kepada saya, bila saya belum bisa menjawab dengan tepat maka permasalahan tersebut saya buat PR dan saya tanyakan saat perkuliahan berlangsung kepada sumber yang lebih berkompeten yaitu pak Margono dan Bu Nur Iszumaroh. Alhamdulillah satu persatu permasalah mendidik anak yang dialami oleh saudara-saudara saya bisa teratasi dengan baik. Contoh, kasus anak yang suka memberontak, awalnya mereka mnghukum anak mereka di dalam kamar mandi apabila dia tidak menuruti keinginannya sehingga anaknya semakin berontak dan berperilaku buruk, setelah sharing mereka merubah pola asuhnya dengan cara yang lebih bijak dan hasilnya sedikit demi sedikit anaknya berubah menjadi lebih baik. Kasus yang lain adalah perlakuan yang salah yang dialami oleh saudara sepupu saya seusia SD, sehingga ia mengalami kesulitan belajar, awalnya mereka suka mencelah sepupu saya apabila mendapat nilai rendah dan tidak memberikan penghargaan sedikitpun apabila dia sudah berhasil meningkatkan nilainya walaupun sedikit, setelah sharing Alhamdulillah perlakuan mereka yang salah berubah menjadi lebih menghargai usaha anaknya daripada nilai yang di terima, lebih banyak memberikan pujian daripada celaan . Saat itu saya berfikir seharusnya ilmu yang diajarkan di DGTKI tidak hanya diberikan kepada calon guru saja melainkan juga calon ibu untuk mendidik anak-anak mereka dengan benar.
Sebelum saya lulus dari DGTKI Nurul Falah, saya sudah mendapatkan beberapa tawaran untuk mengajar, tapi karena terbentur dengan waktu kuliah maka tawaran tersebut tidak saya terima. Ini menambah rasa optimis saya bahwa masa depan yang awalnya hanya angan sebentar lagi akan jadi kenyataan. Alhamdulillah memang benar, dua bulan terakhir di DGTKI Nurul Falah saya sudah resmi berprofesi sebagai guru TK Islam di salah satu kota industri di luar Surabaya.
“I ever thought that everything is untouchable. Now, I know that my future has come. Now is my time to step. Step in Allah’s guidance.” Pernah terfikir bahwa saya tidak akan bisa menggapai cita-cita, saya tidak akan bisa menjadi siapa-siapa. Tapi sekarang saya tahu kalau masa depan sudah datang di depan mata. Dan sekarang waktunya saya untuk melangkah, melangkah dalam bimbingan Allah.
“ Jadi seorang guru” mungkin sebagian orang memandang remeh, namun bagi saya guru adalah profesi yang sangat membawa peranan penting bagi kemajuan agama dan bangsa ini. Saya sangat bersyukur bisa menjadi guru apalagi guru TK yang memiliki amanah besar dalam melukis kehidupan anak-anak dengan lukisan yang terindah bekal untuk masa depannya nanti.
Bergabung dalam komunitas baru dalam suatu lembaga pendidikan adalah tantangan dan amanah bagi saya. Awal menjadi guru di sana, saya merasa memiliki bekal cukup untuk mengajar, ilmu-ilmu baru dari DGTK saya aplikasikan ke anak didik saya. Alhamdulillah, anak-anak jadi senang belajar, selain itu mereka dan bahkan orang tua mereka jadi lebih sayang kepada saya. di balik itu, saya meresakan kerinduhan akan suasana keramahan DGTKI. Terus terang saja culture di lingkungan ini memang sangat berbeda dengan di DGTKI, karena memang sekolah ini berdiri di tengah kota industry yang panas. Kadang-kadang saya agak cengeng kalau rekan kerja saya bersikap sedikit kasar, namun Alhamdulillah ada Pak Biyanto yang selalu meluangkan waktu untuk menjadi konselor saya, jadi kesedihan bisa sedikit terkurangi. Sekali lagi saya sangat bersyukur pernah bergabung dengan DGTKI karena walaupun saya sudah lulus, DGTKI tetap menganggap saya menjadi bagian dari keluarga besarnya.
Ada pengalaman menarik saat saya menjadi bawahan, di kepemimpinan kepala sekolah yang kedua (setelah saya bergabung di lembaga ini saya sudah mengalami tiga kali pergantian kepala sekolah). Beberapa kali terjadi konflik antara saya dan kepala sekolah tersebut. Hal ini mungkin hanya karena senioritas saja. Setiap saya mengungkapkan ide, beliau sering kali dan hampir selalu menolak, berbeda dengan kepala sekolah pertama yang selalu terbuka, ini membuat saya sedikit down saat itu. Namun ketika beliau akan meninggalkan sekolah ini karena beliau menikah dengan orang yang berasal dari luar pulau, beliau mengungkapkan pesan kesan kepada setiap pengajar di sekolah ini tak terkecuali saya. saat tiba pada giliran saya, beliau menangis dan meminta maaf atas perlakuan beliau selama ini, dan meminta kepada teman-teman guru supaya meminta dan mendengarkan pendapat saya apabila membuat suatu kebijakan karena pendapat saya bisa menjadi rujukan. Ini membuat saya sedih dan terkejut, ternyata di setiap sikapnya ada perhatian lebih yang beliau berikan kepada saya. Saya jadi ingat nasihat Pak Bi ketika acara rihlah dan outbond di pacet, bahwa kita harus siap menerima siapapun kepala sekolah kita, sehingga ketika ada pergantian kepala sekolah kita bisa tetap survive dan focus pada tugas kita mendidik anak.
Setelah mengajar selama tiga tahun saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah. Saya memilih kuliah sore di universitas swasta di kota ini supaya bisa tetap mengajar pagi harinya. Karena saya mengambil jurusan pendidikan, maka banyak materi dari DGTKI yang berhubungan dengan mata kuliah saya sehingga bisa saya gunakan sebagai referensi ketika saya presentasi. Dan hasilnya, saya bisa lebih menguasai mata kuliah tersebut.
Berbeda dengan DGTKI yang sangat kental dengan nilai-nilai religius, universitas tempat saya kuliah ini saya rasa masih kurang dalam membekali keislaman ke mahasiswanya, walaupun universitas ini adalah universitas islam, dan ada materi agama islam, namun materi tersebut tidak merujuk pada pendidikan islam. saya sebagai mahasiswa yang pernah belajar di DGTKI merasa ingin sekali berbagi pengalaman saya selama belajar di DGTKI kepada teman-teman yang hampir semuanya calon guru dan sebagian sudah menjadi guru. Tapi bagaimana caranya? Alhamdulillah saya diberi amanah sebagai salah satu pengurus dalam organisasi kemahasiswaan di universitas ini, sehingga saya mendapatkan kesempatan untuk mewujudkan keinginan saya. saya bersama teman-teman merencanakan untuk mengadakan acara seminar sehari tentang materi yang pernah saya dapatkan dari ustad Arqom di DGTKI yaitu Shiroh Nabawi dengan tujuan supaya kami bisa menjadi pemimpin dan pendidik yang meneladani Rosulullah.

Alhamdulillah teman-teman sangat antusias dengan acara ini. Namun saat membicarakan dana, kami kesulitan untuk mendapatkan persetujuan, karena fakultas kami bukanlah fakultas agama, dan acara seperti itu tidak seberapa diminati oleh para mahasiswa. Kesulitan bukanlah penghalang bagi kami, kami semakin tertantang untuk mensukseskan acara ini. Jalan keluarnya adalah saya dibantu satu teman saya mencari dana sendiri, dan targetnya adalah wali murid yang anak-anaknya sudah lulus sehingga saya tidak khawatir terjadi masalah atau salah faham dengan sekolah. Subhanallah, setelah saya menceritakan visi misi saya tentang acara tersebut wali murid saya malah menawarkan diri untuk ikut mancarikan dana. Memang ada untungnya kalau disayang sama wali murid. Untuk pembicara, saya langsung menelfon ustad Arqom, karena waktu itu beliau sangat sibuk jadi beliau mencarikan pengganti yang juga berkompeten dengan materi tersebut.

Alhamdulillah, untuk pemateri kami juga tidak mengeluarkan dana besar karena beliau bersedia hanya diganti ongkos transport saja. Akhirnya saat acara berlangsung pihak kampus tertegun dengan acara tersebut dan bertanya berapa biaya yang kami keluarkan dan dari mana dana yang kami dapatkan sehingga bisa menghasilkan acara seperti itu. Setiap ada kesuliatan pasti ada kemudahan, jawaban saya. yang menjadi catatan dan harapan bagi saya adalah DGTKI bisa membekali tidak hanya guru TK atau mahasiswanya saja. Karena calon-calon guru yang belajar di fakultas pendidikan di universitas-universitas islam juga membutuhkan bekal seperti apa yang pernah saya dapatkan dari DGTKI.

DGTKI Nurul Falah adalah langkah pertama dalam mencapai cita. DGTKI melukis ribuan kesan indah. DGTKI selalu ada dalam langkah-langkah saya. tapi mungkin saya masih jauh dari harapan DGTKI karena belum bisa mengaplikasikan ilmu dengan sempurna, masih sangat jauh dari sempurna.

0 comments: